Kamis, 17 Mei 2012

JAGUNG TITI(WATA KNA'E/ WATA KETANI/ WATA METU) BUKAN SEKEDAR EMPING


Emping yang dikembangkan kaum perempuan suku Lamaholot di Nusa Tenggara Timur bukan sekadar emping. Emping yang terbuat dari jagung yang ditumbuk itu, selain nikmat, juga menjadi pengikat persaudaraan.

Masyarakat suku Lamaholot di Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Pulau Solor, Kabupaten Lembata, dan Kabupaten Alor sudah ratusan tahun mengenal jagung titi. Mereka menyebutnya wata ketane. Jagung titi berbentuk emping ini selalu disuguhkan dalam setiap pertemuan atau acara makan bersama.

Proses pembuatan jagung titi biasanya dilakukan di dapur oleh kaum perempuan. Kegiatan meniti jagung biasa dilakukan dini hari. Awalnya, biji jagung digoreng di kuali tanpa minyak. Saat setengah matang, dalam keadaan panas, biji jagung diambil dengan tangan, kemudian dititi. Dalam keadaan panas pula, biji jagung yang dititi dapat menghasilkan emping dengan diameter hingga 5 sentimeter. Namun, tidak semua perempuan dapat melakukan ini.

Bocah Lamaholot, pada saat mamanya menumbuk jagung, biasanya duduk di samping tungku dapur sambil bermain di sekitarnya. Para bocah juga biasa menyimpan emping jagung di dalam saku celana. Saat lapar, mereka langsung mengonsumsi sambil bermain.

Pengalaman masa kecil ini tidak pernah dilupakan warga Lamaholot di mana saja berada. Kerinduan mengonsumsi jagung titi selalu muncul manakala mereka ingat kampung asal. Jagung titi pun selalu menjadi oleh-oleh yang sangat berarti di kalangan suku Lamaholot. Mengonsumsi jagung, mengingat kampung halaman dan keluarga.

”Setiap mendengar ada orang Lamaholot tiba di TIMIKA, saya selalu datang mencari jagung titi. Kalau jumlahnya terbatas, saya cukup makan satu genggam saja sudah puas. Ada kekuatan dan harapan baru setelah mengonsumsi jagung itu,”

Nilai budaya

Emping modern sekalipun tidak akan bisa menggantikan emping jagung tradisional ini. jagung titi Lamaholot memiliki nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat tinggi.

”Jagung titi memiliki tradisi yang sangat kuat. Setiap orang Lamaholot tidak akan meninggalkannya karena memiliki nilai tersendiri dalam tradisi hidup mereka,” katanya.

menuturkan, seorang perempuan Lamaholot sejak usia remaja bahkan diwajibkan oleh mamanya untuk belajar meniti jagung. Keterampilan tersebut bahkan dijadikan salah satu ukuran dalam hidup berumah tangga.

Perempuan yang dinilai secara adat baik, berbudi, dan mendukung suami dilihat dari keterampilan meniti jagung, menenun secara tradisional, dan memintal benang dari kapas dengan tangan, selain keramahan dan kesopanan.

Tidak heran jika berada di desa-desa tradisional suku Lamaholot setiap pagi hari terdengar bunyi titian batu dengan jarak pendengaran hingga 100 meter. Bunyi titian bertalu-talu, saling bersahutan antartetangga. Mereka beramai-ramai meniti jagung guna mempersiapkan sarapan pagi bagi semua anggota keluarga.

Pada acara pesta adat, Natal, Tahun Baru, atau Lebaran, masyarakat setempat biasanya membangun persaudaraan bersama dengan acara "peheng limaka" atau jabat tangan desa. Pada acara ini jagung titi juga menjadi suguhan utama.

Emping Lamaholot benar-benar bukan sekadar emping.


Oleh  : FORMULA TIMIKA

3 komentar:

  1. hemmmmmmmm perfect,,,,,,,,!!!!!!

    BalasHapus
  2. buat dengan web sitenya ippmas kh,,!!!!!

    BalasHapus
  3. Hehehe........Okey..Okey Oa....
    Pstilah......karena IPPMAS always in my heart.....
    hehehe,...

    BalasHapus