Selasa, 03 Juli 2012

Asal Manusia Lamaholot dari Sina-Jawa-Malaka

 Asal usul manusia Lamaholot yang mendiami Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) atau yang lebih populer dengan sebutan Solor Watan Lema dari turunan Sina-Jawa-Malaka. Asal usul turunan tersebut merupakan pengaruh Hindu-Budha dari India Belakang yang diikuti pengaruh Islam dari Gujarat dan Persia dengan arus aliran persinggahan dari India ke Malaka serta dari China ke Muangthai kemudian bertemu di pusarana nusantara dengan persinggahan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Pengaruh budaya tersebut kemudian mewariskan puing-puing kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra, Candi Borobudur dan Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa, Kerajaan Kutai di Pulau Kalimantan. Dari sana arus perubahan bergerak masuk ke Kepulauan Timor, termasuk Kepulauan Solor sebagai wilayah Lamaholot, kata DR Chris Boro Tokan SH.MH di Kupang, Kamis.
Dosen Luar Biasa di Bidang Hukum dan Perubahan Sosial Fakultas Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan kebenaran asal usul manusia Lamaholot yang sering dibuat kontroversi oleh Bupati Flores Timur, Simon Hayon.
Setelah arus tradisional membawa babak perubahan sosial Lamaholot, kata Boro Tokan, giliran arus religius mengisi babak baru Lamaholot melalui imperialisme bangsa Portugis yang menularkan agama nasrani (Katolik) di Lamaholot.
Sementara itu, masuknya muslim di Lamaholot disinyalir kuat sebagai perpindahan arus konflik dari Ternate dan Tidore (Maluku) antara Kesultanan Ternate dan Tidore (Muslim), meski sebelumnya Islam Malaka telah masuk lebih dahulu melalui arus Sina-Jawa-Malaka.
Dari sinilah imperialisme Portugis dan Belanda membagi kekuasaan di Kepulauan NTT. Portugis berkuasa di Timor Timur dan sebagian wilayah Timor bagian barat NTT seperti Belu dan Timor Tengah Utara serta Pulau Flores dan Kepulauan Solor, sedang Belanda berkuasa di Timor Barat serta Sumba dan Rote, katanya.
Menurut Ketua Biro Cendekiawan, Penelitian dan Pengembangan, Lingkungan Hidup DPD I Partai Golkar NTT periode 2004-2009 ini, nilai religius (nasrani dan muslim) telah membentuk keyakinan generasi baru Lamaholot.
Keyakinan baru (religius) manusia Lamaholot itu, katanya, tidak dapat menghilangkan warisan keyakinan generasi primitif Lamaholot yang mengimplementasikan keyakinan itu dengan sebutan hulen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan (yakin akan pencipta langit dna bumi) dan keyakinan generasi tradisional Lamaholot tentang lewotanah (kampung halaman).
Walaupun era modernisasi telah tampil dalam kehidupan masyarakat Lamaholot melalui kemajuan bidang pendidikan untuk membentuk keyakinan hati nurani baru Lamaholot dan mengubah pola berpikir primitif atau tradisional menjadi modern, keyakinan akan `hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan` tetap saja ada, katanya.
Mantan Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI (PMKRI) periode 1985-1988 itu menambahkan, manusia Lamaholot dengan pola pikir primitif dapat tertelusuri dalam sejarah oral asal usul pemuda Patigolo Arakian di Gunung Ile Mandiri dengan isterinya Watowele, seorang putri titisan dari Ile Mandiri.
Selain itu, katanya, dapat ditelusuri pula melalui sejarah oral pemuda Kelake Ado Pehan dengan isterinya Kwae Sode Boleng, seorang putri titisan Ile Boleng di Pulau Adonara serta pemuda Uwe Kole dengan seorang putri yang merupakan jelmaan alam dari ubi hutan.
Boro Tokan mengatakan, tahapan primitif manusia Lamaholot dalam masa transisi ke tahapan tradisional ditandai dengan adanya Kerajaan Lewo Nama yang dipimpin oleh turunan dari Patigolo Arakian.
Di bagian timur laut Pulau Adonara, berdirilah Kerajaan Molo Gong dan di selatan barat daya pulau itu berdirilah Kerajaan Wotan Ulu Mado, di bagian tengah Pulau Adonara berdirilah Kerajaan Libu Kliha dan di selatan berdirilah Kerajaan Lamahala, Terong dan Kerajaan Lian Lolon yang merupakan cikal bakal Kerajaan Adonara.
Selain itu, ada juga Kerajaan Awo Lolon di Pulau Pasir dekat Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata di Pulau Lembata serta Kerajaan Lamakera dan Lohayong di Pulau Solor.
Ia menjelaskan, nilai magic kehidupan yang diyakini manusia primitif Lamaholot saat itu amat mencengangkan, yakni melalui keyakinan holistik yang menyatukan alam semesta dengan anusia.
Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai satu kesatuan total yang tidak dapat dipisah-lepaskan melalui ketaatan manusia dalam keyakinan Lamaholot yang disebut hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan, ujarnya.
Keunggulan manusia primitif Lamaholot, kata Boro Tokan, dapat menyatukan jagat dalam mengarungi sebuah misi perjalanan yang jauh dalam bahasa setempat disebut bua buku tanah.
Dari tahapan primitif ke tahapan tardisional itulah mengalir paham Sina Jawa yang disinyalir membawa masuk ajaran dan keyakinan Hindu-Budha dalam proses membentuk keyakinan tradisional orang Lamaholot sampai sekarang, katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar