Asal usul manusia Lamaholot yang mendiami Flores
Timur daratan, Pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) atau yang lebih populer dengan sebutan Solor Watan
Lema dari turunan Sina-Jawa-Malaka.
Asal usul turunan tersebut merupakan pengaruh Hindu-Budha dari India
Belakang yang diikuti pengaruh Islam dari Gujarat dan Persia dengan arus
aliran persinggahan dari India ke Malaka serta dari China ke Muangthai
kemudian bertemu di pusarana nusantara dengan persinggahan di Sumatera,
Jawa dan Kalimantan.
Pengaruh budaya tersebut kemudian mewariskan puing-puing kerajaan
Sriwijaya di Pulau Sumatra, Candi Borobudur dan Kerajaan Majapahit di
Pulau Jawa, Kerajaan Kutai di Pulau Kalimantan. Dari sana arus perubahan
bergerak masuk ke Kepulauan Timor, termasuk Kepulauan Solor sebagai
wilayah Lamaholot, kata DR Chris Boro Tokan SH.MH di Kupang, Kamis.
Dosen Luar Biasa di Bidang Hukum dan Perubahan Sosial Fakultas
Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang
mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan kebenaran asal usul
manusia Lamaholot yang sering dibuat kontroversi oleh Bupati Flores
Timur, Simon Hayon.
Setelah arus tradisional membawa babak perubahan sosial Lamaholot,
kata Boro Tokan, giliran arus religius mengisi babak baru Lamaholot
melalui imperialisme bangsa Portugis yang menularkan agama nasrani
(Katolik) di Lamaholot.
Sementara itu, masuknya muslim di Lamaholot disinyalir kuat sebagai
perpindahan arus konflik dari Ternate dan Tidore (Maluku) antara
Kesultanan Ternate dan Tidore (Muslim), meski sebelumnya Islam Malaka
telah masuk lebih dahulu melalui arus Sina-Jawa-Malaka.
Dari sinilah imperialisme Portugis dan Belanda membagi kekuasaan di
Kepulauan NTT. Portugis berkuasa di Timor Timur dan sebagian wilayah
Timor bagian barat NTT seperti Belu dan Timor Tengah Utara serta Pulau
Flores dan Kepulauan Solor, sedang Belanda berkuasa di Timor Barat serta
Sumba dan Rote, katanya.
Menurut Ketua Biro Cendekiawan, Penelitian dan Pengembangan,
Lingkungan Hidup DPD I Partai Golkar NTT periode 2004-2009 ini, nilai
religius (nasrani dan muslim) telah membentuk keyakinan generasi baru
Lamaholot.
Keyakinan baru (religius) manusia Lamaholot itu, katanya, tidak dapat
menghilangkan warisan keyakinan generasi primitif Lamaholot yang
mengimplementasikan keyakinan itu dengan sebutan hulen baat tonga belolo
rera wulan tanah ekan (yakin akan pencipta langit dna bumi) dan
keyakinan generasi tradisional Lamaholot tentang lewotanah (kampung
halaman).
Walaupun era modernisasi telah tampil dalam kehidupan masyarakat
Lamaholot melalui kemajuan bidang pendidikan untuk membentuk keyakinan
hati nurani baru Lamaholot dan mengubah pola berpikir primitif atau
tradisional menjadi modern, keyakinan akan `hungen baat tonga belolo
rera wulan tanah ekan` tetap saja ada, katanya.
Mantan Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI (PMKRI) periode
1985-1988 itu menambahkan, manusia Lamaholot dengan pola pikir primitif
dapat tertelusuri dalam sejarah oral asal usul pemuda Patigolo Arakian
di Gunung Ile Mandiri dengan isterinya Watowele, seorang putri titisan
dari Ile Mandiri.
Selain itu, katanya, dapat ditelusuri pula melalui sejarah oral
pemuda Kelake Ado Pehan dengan isterinya Kwae Sode Boleng, seorang putri
titisan Ile Boleng di Pulau Adonara serta pemuda Uwe Kole dengan
seorang putri yang merupakan jelmaan alam dari ubi hutan.
Boro Tokan mengatakan, tahapan primitif manusia Lamaholot dalam masa
transisi ke tahapan tradisional ditandai dengan adanya Kerajaan Lewo
Nama yang dipimpin oleh turunan dari Patigolo Arakian.
Di bagian timur laut Pulau Adonara, berdirilah Kerajaan Molo Gong dan
di selatan barat daya pulau itu berdirilah Kerajaan Wotan Ulu Mado, di
bagian tengah Pulau Adonara berdirilah Kerajaan Libu Kliha dan di
selatan berdirilah Kerajaan Lamahala, Terong dan Kerajaan Lian Lolon
yang merupakan cikal bakal Kerajaan Adonara.
Selain itu, ada juga Kerajaan Awo Lolon di Pulau Pasir dekat
Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata di Pulau Lembata serta Kerajaan
Lamakera dan Lohayong di Pulau Solor.
Ia menjelaskan, nilai magic kehidupan yang diyakini manusia primitif
Lamaholot saat itu amat mencengangkan, yakni melalui keyakinan holistik
yang menyatukan alam semesta dengan anusia.
Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai satu kesatuan total
yang tidak dapat dipisah-lepaskan melalui ketaatan manusia dalam
keyakinan Lamaholot yang disebut hungen baat tonga belolo rera wulan
tanah ekan, ujarnya.
Keunggulan manusia primitif Lamaholot, kata Boro Tokan, dapat
menyatukan jagat dalam mengarungi sebuah misi perjalanan yang jauh dalam
bahasa setempat disebut bua buku tanah.
Dari tahapan primitif ke tahapan tardisional itulah mengalir paham
Sina Jawa yang disinyalir membawa masuk ajaran dan keyakinan Hindu-Budha
dalam proses membentuk keyakinan tradisional orang Lamaholot sampai
sekarang, katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar